Saluran pencernaan balita, terutama perut, sangat sensitif. Tidak heran bila mereka sering mengalami masalah yang berhubungan dengan perut. Apa saja dan bagaimana menanganinya?

Perut adalah bagian tubuh yang paling sensitif, baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Pada anak balita, masalah pada perut dan gangguan pencernaan kerap mereka alami. Misalnya gangguan kembung, diare atau disentri, muntah serta lainnya. Menurut Dr. Hinky Hindra Irawan Satari, Sp.A, MTrop.Paed., ada banyak penyebab yang bisa mengakibatkan balita terkena sakit perut.

Obat Sakit Perut Anak, Obat Sakit Perut Alami, Obat Sakit Perut Melilit, Obat Sakit Perut Kembung, Obat Sakit Perut Herbal, Obat Sakit Perut Diare, Obat Sakit Perut Balita, Obat Sakit Perut Mules, Obat Sakit Perut Bayi


"Sakit perut dapat diderita akibat dua sebab, yaitu adanya unsur penyakit dan faktor psikis," papar dokter ahli pediatri dari RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta. "Sakit perut yang diakibatkan oleh penyakit, sebagian besar akibat gangguan pada saluran pencernaan. Misalnya, diare, sembelit, laktosa intolerence, radang saluran cerna dan cacingan."

Berikut ini beberapa keluhan seputar perut dan saluran pencernaan, yang umum terjadi pada balita:
DIARE
Diare adalah kondisi di mana frekuensi BAB meningkat dari biasanya, disertai dengan feses yang lebih cair. Ada tiga hal yang menyebabkan si kecil mengalami diare, yaitu faktor makanan, perjalanan yang melelahkan, dan akibat adanya infeksi saluran cerna.

Infeksi saluran cerna, umumnya disebabkan kuman pembawa penyakit, seperti bakteri Escherichia coli pada air yang kurang bersih. Bakteri ini masuk melalui makanan ke saluran pencernaan, dan berkembang biak dalam usus - terutama usus besar (kolon). Jika jumlahnya berlebihan, bakteri ini dapat menimbulkan sakit perut serta diare atau mencret.

Dampaknya, kerja usus terganggu karena tak bisa menyerap sari makanan dari makanan yang kita konsumsi. Suplai zat-zat makanan yang diperlukan untuk tumbuh-kembang anak serta untuk kecerdasan otak pun terganggu. Lebih fatal lagi, jika telah menyebabkan anak dehidrasi (kekurangan cairan tubuh secara berlebihan), yang jika terlambat ditangani bisa menyebabkan kematian.

Tanda-tanda:
Anak bersikap rewel atau justru apatis dan lesu pada dehidrasi yang lanjut. Bagi anak usia di bawah 1 tahun, dapat ditemukan tanda ubun-ubun yang cekung. Pada dehidrasi yang ringan dan sedang, anak akan merasa haus. Namun bila dehidrasinya berat, anak justru tidak merasa haus lagi.

Pada kulit perut terdapat turgor kulit, atau berkurang kelenturannya. Cara memeriksanya dengan menjepit/mencubit kulit selama 30-60 detik, kemudian lepaskan. Bila turgor kulit anak masih baik, kulit akan cepat kembali ke keadaaan semula. Bila tidak, lambat kembalinya. Selain itu, anak yang mengalami dehidrasi, matanya akan terlihat cekung, mulut dan lidah pun terasa kering.

Penanganan:
Pada kondisi tertentu, diare bisa berakibat fatal. Segera ke dokter bila sakit perut si kecil terus-menerus berlangsung selama 6 jam atau lebih, disertai muntah, tak mau minum, mata nampak cekung, pusing, dan berat badan turun. Agar tak sampai terjadi dehidrasi, usahakan si kecil tetap minum (ASI, susu atau cairan lain).

Bila anak Anda sudah lebih besar, berikan larutan oralit. Biasanya balita perlu sekitar 3 bungkus oralit yang dicampur ke dalam 200 cc air, sedikit demi sedikit. jangan memberi makanan yang merangsang timbulnya sakit perut. Untuk sementara bisa diberikan makanan lembek agar mudah dicerna.

Pencegahan:
Jaga kebersihan makanan si kecil, begitu juga dengan alat makannya. Pada balita, pastikan makanan yang ia konsumsi bersih dan sehat, dan meminum air yang dipastikan sudah matang/mendidih. Hindari mengkonsumsi jajanan yang tidak terjamin kebersihannya.

SEMBELIT
Sembelit merupakan kondisi di mana frekuensi buang air besar (BAB) tidak lancar dan kondisi feses (kotoran) yang keras dan kering. Akibatnya, feses sulit dikeluarkan atau ketika dikeluarkan menimbulkan rasa nyeri. Sembelit terjadi karena adanya perlambatan pergerakan feses pada usus besar, faktor umur, pola makan, dan kebiasaan si anak sendiri.

"Feses merupakan produk akhir metabolisme yang harus dibuang. Apabila tetap ada di usus besar, zat tertentu dalam feses itu dapat meracuni tubuh. Makin lama di dalam usus besar, akan menyerap air, sehingga tinja makin keras dan makin sulit dikeluarkan," ungkap Hindra.

Tanda-tanda:
Anak rewel karena perut menjadi tak nyaman, biasanya perut agak membesar dan keras bila ditekan. Tidak BAB selama beberapa hari atau jika BAB, fesesnya keras dan kering. Gejala lain, meliputi rasa nyeri di anus saat BAB, kram perut, mual, muntah, dan berat badan menjadi turun.

Pencegahan:

  • Makanan harus cukup mengandung serat
  • Gerak badan/berolahraga secara teratur
  • Cukup minum
  • Sebisa mungkin mengurangi konsumsi obat-obatan yang menyebabkan konstipasi (sembelit)
  • Larang anak menahan buang air besar
  • Biasakan pup secara teratur.
Penanganan:
Dengan menggunakan obat-obatan, baik yang secara oral (dari mulut) maupun anal (dari anus).

LAKTOSA INTOLERANCE
Intoleransi laktosa bisa menjadi penyebab sakit perut pada balita, tapi lebih sering pada bayi. Pada anak yang mengalami intoleransi laktosa, usus tak dapat mencerna laktosa dengan baik. Akibatnya, bila ia diberi susu yang banyak mengandung laktosa, akan banyak terjadi gas dalam ususnya. Akibatnya perut banyak menyimpan gas, akibatnya dinding saluran cerna jadi teregang dan timbulah rasa nyeri.

Tanda-tanda:
Ketidakmampuan menyerap laktosa (laktosa intoleran), bisa menyebabkan si kecil mengalami gejala penyakit gastrointestinal, seperti diare, flatulence atau penumpukan gas di dalam perut/usus dan nyeri perut lainnya.

Penanganan:
Makanan prebiotik, misalnya Yogurt--merupakan enzim hasil fermentase lactic, seperti laktase-- dapat mengubah laktose menjadi lactic acid.

Pencegahan:
Gantilah susunya dengan minuman lain yang rendah kadar laktosanya.

USUS BUNTU
Penyakit usus buntu atau apendisitis, adalah penyakit yang datang secara tiba-tiba dan penyebabnya macam-macam. Bisa karena pembesaran kelenjar-kelenjar dalam perut sehingga menjepit usus buntu, atau lantaran infeksi karena cacing. Usus buntu bisa meradang kalau ada kotoran atau benda-benda asing yang masuk ke sana.

Akibat mekanisme kerja usus tidak bisa dikontrol, benda-benda asing tersebut mengeras dan masuk ke dalam usus buntu. Kemudian usus buntu yang sempit itu jadi makin tersumbat karena cairan yang diproduksi oleh usus buntu, tidak bisa mengalir ke usus besar.

Terjadilah pembengkakan yang bisa merusak dinding usus buntu dan memudahkan kuman datang menyerang. Misalnya, kuman Escherichia coli, Streptococcus atau basil-basil lain yang sering terdapat di dalam usus yang normal. Bila radang ini dibiarkan, bisa menyebabkan kebocoran.

Tanda-tanda:
Diawali dengan sakit perut, rasa mual, tidak nafsu makan dan si kecil malas bermain. Sakit di bagian kanan bawah perut, bisa terasa parah sekali, sebab otot paha atas berada tepat di bawah usus buntu. Jadi gerakan sekecil apapun bisa menimbulkan rasa sakit. Bahkan, menarik napas dalam-dalam, batuk, atau bersin pun sakit.

Bila usus buntu terletak pada tempat yang normal, rasa nyeri akan menetap dan terpusat di daerah perut kanan bawah. Namun bila apendiks terletak rendah sekali di dalam rongga panggul anak, nyeri di perut tidak terlalu terasa. Yang menyiksa adalah bila usus buntu anak terletak dekat dengan ureter (saluran ginjal).

Rasa nyeri akan menjalar ke daerah kelamin disertai rasa panas. Tak jarang, bila ureter meradang, air kencingnya pun berdarah. Ia juga akan mengalami susah buang air besar/sembelit, tidak bisa buang angin dan diare. Gejala selanjutnya adalah demam tinggi. Panas tinggi (lebih dari 40 derajat celcius) yang menyerang tak lama setelah timbul sakit di bagian perut ini, akibat kebocoran usus buntu.

Penanganan:
Terapi yang tepat untuk penderita apendisitis adalah membuang usus buntunya. Setelah dibuang, barulah kondisi tubuh bisa pulih kembali dibantu obat-obatan dan istirahat. Pada operasi yang dilakukan secara dini, anak yang menderita usus buntu tanpa komplikasi bisa sembuh dalam 5-6 hari. Pada hari-hari pertama, bahkan sudah dianjurkan untuk berjalan-jalan.

Supaya radang usus buntu tidak menjadi fatal dan diperparah oleh komplikasi, orangtua disarankan untuk selalu memperhatikan perubahan pada anak. Karena bukan tidak mungkin gejala-gejala penyakit usus buntu ini terabaikan hanya gara-gara orangtua tidak teliti. Apalagi perkembangan penyakit ini bisa menjalar dengan cepat.

Pencegahan:
Agar terhindar dari kasus usus buntu yang fatal, orangtua sebaiknya lebih memperhatikan dan mengenali perubahan yang terjadi pada anaknya. Terutama pada saat anak mulai mengkonsumsi makanan padat (seperti orang dewasa). Sebab, kapan pun anak bisa terserang usus buntu.

KEMBUNG
Normalnya, setiap orang mengeluarkan gas baik lewat mulut (oral) atau anus (anal). Setiap hari, kita bisa mengeluarkan gas sebanyak 8-20 kali. Sayangnya, kadang tak berjalan lancar bila jumlah gas dalam perut dan usus berlebih, tapi tak bisa mengeluarkannya. Akibatnya, perut terasa kembung dan sakit. Kembung bisa timbul dari berbagai sebab. Seringkali oleh adanya udara yang tertelan saat makan atau minum, khususnya jika kita makan dengan cepat.

Bisa juga, gas atau udara yang dihasilkan makanan yang dimakan. Makanan tinggi serat seperti kacang-kacangan, sayuran, buah, dan biji-bijian, dapat menghasilkan gas dalam jumlah besar. Atau pada beberapa jenis makanan yang mengandung karbohidrat, tidak bisa dicerna secara sempurna oleh sistem pencernaan kita, baik oleh enzim maupun bakteri alami yang ada di dalam usus.

Penanganan:
  • Makanan/minuman yang hangat akan membuat gas dalam perut mengembang. Meski awalnya terasa sakit, namun panas dari makanan/minuman akan mengusir gas yang terperangkap.
  • Tempelkan botol air hangat yang diselimuti kain pada perut bayi, atau angkat bayi dalam posisi berdiri, usap atau tepuk-tepuk punggungnya sedikit, sampai bersendawa. Meninggikan kepalanya lebih tinggi dari bagian tubuh lainnya juga bisa membantu.
  • Berbaring telentang, lalu tekuk kedua kaki dan tarik ke arah dada. Atau telungkupkan anak dengan posisi bersujud, lalu pukul-pukul bagian punggung. Bisa juga, berbaring menghadap ke kanan.
  • Usapkan minyak angin, minyak telon, atau minyak kayu putih ke perut. Sedot juga minyak angin dengan saputangan.
  • Gunakan obat bebas anti-kembung yang mengandung simetikon atau metilpolisiloksan aktif. Misalnya Promag, Mylanta Forte, Maalox Plus, Waisan, atau Enzyplex.
  • Jika kembung tak hilang selama lebih dari 3 hari, muka pucat, berat badan turun, dan feses berbau sekali, kemungkinan tubuh kesukaran mencerna lemak.
Pencegahan:
Cara termudah mencegah kembung adalah dengan mengubah pola makan. Misal:
  • Konsumsi serat secara bertahap.
  • Hindari makanan pemicu gas. Selain kacang-kacangan, kubis, brokoli, brussel sprout (kol belgia), bawang-bawangan, bunga kol, tepung gandum utuh, pisang, aprikot, susu, makanan yang digoreng dan digulai, bisa menyebabkan kembung.
  • Hindari snack yang memakai pemanis fruktosa atau sorbitol. Juga softdrink berkarbon, permen karet, dan minum melalui sedotan. Makanan ini dapat meningkatkan jumlah gas atau udara yang masuk saluran pencernaan.
  • Perlambat makan. Beri jeda 20-30 menit setelah makan sebelum melakukan aktivitas lainnya.
  • Hindari makan terlalu kenyang.
  • Jangan ditahan-tahan. Jika tubuh ingin mengeluarkan gas, keluarkan saja. Asalkan, dengan cara yang sopan.
CACINGAN
Cacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing-cacing khusus (cacing gelang, cacing tambang, dan cacing cambuk) yang ditularkan melalui tanah. Tempat 'bersarang' cacing-cacing ini di dalam tubuh manusia pun berbeda, ada yang bersarang di usus halus, misalnya cacing gelang dan cacing tambang. Ada juga yang bermukim di usus besar seperti cacing cambuk.

Anak yang terkena penyakit cacingan mengalami berbagai gejala, tergantung jenis cacing yang menginfeksi dirinya. Infeksi cacing gelang dimulai dengan masuknya telur cacing yang infektif (yang mengandung larva) secara tidak sengaja melalui makanan. Melalui makanan inilah, nantinya cacing-cacing ini masuk dan berkembang biak di dalam tubuh si kecil.

Tanda-tanda:
Sebenarnya, infeksi cacing cambuk yang ringan tidak terlalu kelihatan gejalanya. Namun bila infeksinya cukup parah, penderita akan mengalami gejala yang mirip dengan sakit diare. Bila diare ini dibiarkan berlangsung terus-menerus, anak bisa mengalami perdarahan usus menahun dan anemia (kurang darah).

Ini lantaran cacing cambuk dewasa memasukkan kepalanya yang tajam ke dinding usus besar. Sehingga timbullah kerusakan dan luka-luka. Pada kasus yang sangat parah (namun jarang) usus besar bahkan bisa sampai keluar lewat anus. Infeksi pada tahap ini juga menyebabkan sakit perut yang parah pada anak. Gejalanya, perut kembung, mual, dan muntah.
Penanganan:
Cacingan sebenarnya sangat mudah disembuhkan. Cukup dengan memberikan obat cacing. Saat ini banyak dijual obat pembasmi cacing, yang sekaligus bisa mengobati infeksi yang ditimbulkannya. Namun sebelum memberikan obat cacing, tinja atau kotoran si anak diperiksakan dulu ke laboratorium. Ini untuk memastikan apakah memang betul ada telur cacing di dalamnya.

Pencegahan:
  • Biasakan mencuci sayuran dengan air yang mengalir (kran), lakukan 2-3 kali.
  • Biasakan anak mencuci tangan dan kaki dengan sabun. Air sabun dapat melepaskan telur cacing.
  • Jangan lupa memotong kuku anak.
  • Tutup semua makanan dengan tudung saji.
  • Jangan membeli jajanan yang tidak tertutup.
FAKTOR PSIKIS
Kebanyakan sakit perut yang diderita pada anak, sebagian besar penyebabnya karena faktor psikis. Namun untuk memastikannya harus dikonsultasikan pada dokter, agar benar-benar yakin bahwa memang tak ada masalah organik yang melatarbelakanginya. Pada anak yang sakit perut karena psikis, biasanya memiliki keadaan emosional yang cenderung mudah stres atau pencemas.

Biasanya keluhan ini dipicu oleh pola asuh orangtua yang terlalu perfeksionis, sehingga anak jadi stres. Oleh karena itu, sebagai orangtua perlu benar-benar memperhatikan perilaku anak. Misal, apakah ia benar-benar tampak kesakitan atau ia masih bisa bermain-main, berlari-lari, dan melakukan aktivitas yang lain, seakan lupa dengan sakit perutnya.

Penanganan:
Apabila hal ini terjadi berulang kali, tak ada salahnya untuk membawa si kecil ke psikiater atau psikolog anak. Selain mencari penyebabnya, mereka juga akan memperhatikan apakah ada faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Misal, orangtua yang menuntut terlalu tinggi pada anak, maka mau tak mau lingkungannya perlu diperbaiki. (Rahmi Hastari)

Sumber: Tabloid Ibu Anak